China membatasi eskpor bahan baku penting bagi Amerika yang gemar
berperang.
Mitt Romney, seorang calon Presiden Amerika Serikat (AS) dari Partai
Republik sekaligus bekas gubernur Massachussetts (negara bagian AS)
2003-2007 ini menuduh China telah mematikan industri AS. Celotehan Mitt
Romney tersebut diutarakan saat berkampanye di hadapan rakyat AS. Lucu,
geli, dan nyeleneh orang Amerika satu ini. Apakah dia tidak mengerti
bagaimana Amerika bisa meraup banyak keuntungan dari perusahaan Amerika
yang ada di China? Dengan masuknya investor China ke Amerika juga
lapangan kerja tercipta, kaum buruh Amerika bisa terselamatkan. Itu
bukan saya yang berbicara, tapi pengakuan dari International
Longshoremen’s Association (ILA).
Tak hanya itu, Romney mengejek China sebagai perampok hak kekayaan
intelektual Amerika. Bukan kali pertama China dituding pembajak hak
intelektual oleh AS. Kantor Perwakilan Dagang AS merilis daftar
pembajakan hak intelektual AS, China bersama Rusia masuk dalam daftar
tersebut. Bahkan China katanya menempati urutan nomor wahid.
Selain itu, mata uang Yuan dijuluki oleh Romney
sebagai manipulator Yuan. Penyebab ekspor China ke AS yang menggila
dianggap Romney karena China telah memanipulasi mata uangnya. Pesoalan
Yuan pernah dibahas oleh Senat AS tahun 2011. Mereka memasukan
pembahasannya ke dalam rancangan undang-undang terkait dengan mata uang
Yuan. UU itupun disahkan. Mata uang AS pun menguat dari Yuan. China
berang dan merasa tersinggung. Bagi China, ini akan menciptakan perang
dagang.
Serangan Romney terdengar ke China. Untungnya Menteri Luar Negeri AS
Robert Thomas Hormats membela China. Tengok saja beberapa hari lalu Asia
Society yang berbasis di New York menyelenggarakan forum Hubungan
Ekonomi AS-China. Forum ini mendatangkan Hormats untuk memperkuat
hubungan antara kedua negara itu. Dalam pidatonya Hormats berkata,
“Masalah-masalah itu bukan kesalahan China. Masalah-masalah itu justru
timbul karena sistem politik kita (AS-red).” Hormats menegaskan, jika AS
ingin selalu unggul dari China, caranya dengan membuat AS semakin
kompetitif. Terkait persoalan tersebut, sebelumnya China Daily
mewawancarai Hormats.
Memang benar, China sebagai negara pengekspor terbesar ketiga di AS bisa
menyulut perang dagang. Barang-barang buatan China yang membanjiri AS
menjadi persoalan. Makanya AS kini memberlakukan proteksi atas produk
dalam negeri untuk menahan serangan produk China. Karena China memiliki
kekuatan dari sektor ekonomi, terutama kini juga militer China tengah
diperkuat tentu tak gentar terhadap AS. China tetap menjadikan AS
sebagai salah satu pasar utama. Tengok saja data yang dihimpun majalah
Forbes. Dari nilai perdagangan China ke AS tahun 2011 mencapai angka US$
300 miliar. Dengan demikian, China juga cukup bergantung terhadap pasar
AS. Bila AS hancur, China bisa ikut-ikutan meskipun tidak akan separah
AS.
Baru-baru ini, terdengar lagi hubungan dagang AS-China memanas. Para
analis memprediksi akan terjadi perang dagang antara kedua negara
tersebut. Pasalnya, AS membutuhkan bahan baku mineral langka atau
disebut dengan Logam Tanah Jarang. Disebut langka atau jarang karena
bahan baku tersebut didominasi oleh China, 97 persen China menguasainya.
AS mendesak China supaya memasok bahan baku mineral seperti cerium,
neodymium, dysprosium dan lainnya untuk keperluan industri strategis
seperti otomotif, elektronik, hingga persenjataan.
China tetap membatasi eskpor bahan baku penting bagi Amerika yang gemar
berperang itu. Ini sebagai tindakan balasan atas kebijakan dagang AS
terhadap China. Muncul pula beberapa anggapan, salah satunya alasannya
karena tahun 2009 AS menaikan tarif 35 persen terhadap impor ban dari
China. Hal ini karena sebelumnya China mengekspor ban ke AS hingga tiga
kali lipat. Tentu saja ekspor tersebut cukup merugikan industri ban AS.
Memang benar, AS tidak sepenuhnya menerapkan ajaran kapitalisme.
Kini posisi China berada di atas angin. AS bergantung kepada China.
Bagaimana tidak, AS melayangkan gugatan melalui Organisasi Perdagangan
Dunia. Gugatan terkait batasan ekspor bahan baku mineral. Ini menjadi bergaining
positioning bagi China di hadapan AS, sebuah kondisi yang berbeda
sebelum reformasi ekonomi diberlakukan di China. Semua ini berkat
pemikiran Deng Xiaoping menggantikan posisi Mao Zedong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar